AGAMA
ZOROASTER
Makalah diajukan untuk memenuhi tugas mingguan
Pada Mata kuliah Agama-Agama Minor
Dosen Pembimbing:
Dra. Hj. Siti Nadroh, M.Ag
Disusun
oleh:
Intan marhumah
(1110032100050)
Sintia Aulia Rahmah
(1110032100019)
JURUSAN
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI SYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Agama adalah adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.[1]
Iran dan Persia adalah dua nama yang kerap kali digunakan untuk
menunjukkan satu wilayah. Sebenarnya, antara keduanya tedapat sedikit
perbedaan. Salah satu rumpun bangsa Arya, yaitu bangsa Media, mendiami wilayah
Iran bagian barat. Sementara rumpun bangsa Arya yang lainnya, yaitu bangsa
Persia, mendiami bagian selatan wilayah tersebut. Baik bangsa Media maupun
Persia, keduanya tunduk pada kekuasaan bangsa Arya Assyria. Namun, sejak tahun
1000 SM, bangsa Persia berhasil menaklukkan bangsa Media bahkan menaklukkan
Imperium Assyria. Sejak saat itu, wilayah Iran di kenal dengan nama Persia.[2]
1.2.Tujuan
Tujuan penulis membuat makalah berjudul
adalah “AGAMA ZOROASTER” :
Ø Memberikan
pengetahuan kepada pembaca mengenai bagaimana sejarah dan ajaran-ajaran Agama Zoroaster.
Ø
Sebagai pemenuhan terhadap tugas makalah mingguan yang dibutuhkan sebagai syarat untuk
menyelesaikan matakuliah Budhaisme.
Ø
Memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai Agama-Agama Minor kepada kami dan Mahasiswa yang lainnya.
1.3 METODE
Metode
yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data penulisan makalah ini adalah
metode studi pustaka dari buku referensi yang terkait dan data dari internet.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab. Bab
pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, dan
sistematika penulisan. Sedangkan bab kedua yaitu pembahasan yang terdiri dari Sejarah dan Perkembangan
Agama Zoroaster, Ajaran dan Praktek Kegamaannya. Bab terakhir yaitu bab penutup yang berisi
kesimpulan dari isi makalah.
A.
Sejarah dan Perkembangan
Agama Zoroaster
Agama
Zoroaster, di kenal di dunia Barat dengan nama Zoroastrianism karena nabinya
dari agama ini adalah Zarathutra. Zarathustra lahir di Sebelah Utara tanah Iran, tepatnya
di kota Azarbaijan. Tinggal seorang lelaki bernama Porushop Spitama, dari suku
spitama, bersama istrinya Dughdova yang cantik jelita yang ketika itu masih
berusia 15 tahun. Isterinya yang belum dijamah suaminya itu melahirkan seorang
putera yang diberi nama Zarathustra. Pada saat kelahiran bayi itu kepala kaum
majus di tanah Iran bernama Durashan mendadak gemetar ketakutan amat sangat dan
beroleh firasat bahwa seorang bayi baru telah lahir kedunia yang kelak akan
menghancurkan agama majusi beserta pemujaaan berhala dan akan memusnahkan kaum
majus dari permukaan bumi.[3]
Banyak
sekali teori yang mengemukakan tentang tahun-tahun kehidupannya, diantaranya
kemungkinan ia hidup pada tahun 660-583 SM[4],
tetapi tidak ada yg menjamin bahwa kisaran tahun ini adalah tahun yang tepat.
Di lihat dari perkiraan tahun tersebut, tampaknya Agama Zoroaster merupakan
salah satu agama wahyu yang tertua yang masih hidup sampai sekarang. Agama ini
pernah menjadi agama negara bagi tiga kerajaan besar di Iran yang hidup dan
berkembang hampir berkesinambungan sejak abad ke-6 SM sampai abad ke-7 M, serta
banyak menguasai daerah Timur Dekat dan Tengah.[5]
Di
wilayah Indo-Iran, anak yang berumur sekitar tujuh tahun sudah mulai memperoleh
pelajaran keagamaan kependetaan secara lisan karena belum ada pengetahuan
menulis. Tentunya pelajaran tersebut menyangkut tentang cara beribadah,
ajaran-ajaran pokok agama, hapalan-hapalan doa dan pujian pujian kepada Tuhan.
Sewaktu masih kecil diceritakan, ia sangat cerdas dan tangkas bicara sehingga
teman-temannya sangat segan kepadanya. Orang Iran berpendapat bahwa kematangan
atau kedewasaan seseorang itu tercapai pada usia 15 tahun, dan pada sekitar
usia itu pula lah Zarathustra mulai menjadi pendeta. Menjelang umur 20 tahun ia gemar mengembara
kesana kemari serta memberikan bantuan kepada orang yang melarat dan kesusahan.
Dan pada usia 20 tahun ia pun dikawainkan oleh ibunya dengan seorang gadis
bernama Havivi.
Pada usia
30 tahun, Zarathustra menerima wahyu yang peratama. Diceritakan bahwa suatu
ketika ia sedang berada di suatu perkumpulan untuk merayakan musim semi. Ia
pergi saat fajar ke sungai utnuk mengambil air bagi keperluan upacara haoma.
Ia menyebrang ke tengah sungai untuk mengambil air dari aliran yang ada di
tengah.ketika hendak kembali ke pinggir, dia menemukan dirinya dalam keadaan kesucian ibadat (ritual),muncul
dari unsur yang murni, air, dalam kesegaran fajar musim semi. Ia melihat
bayang-bayang. Di tepian sungai dia melihat suatu zat yang berkilauan yang
menyebut diri sebagai Vohu Manah (itikad baik), yang kemudian membawanya
kehadapan Tuhan Ahura Mazda serta lima bentuk badan yang bersinar. Dihadapan
mereka, Zarathustra tidak melihat bayangannnya karena mereka memancarkan cahaya
yang terang benderang. Dan saat itulah ia menerima wahyu.[6] Agama
yang diajarkan oleh Zarathusthra telah dikenal sebagai agama Zoraster, tetapi sesungguhnya nama yang
diberikannya sendiri adalah agama Mazdayasna, kebaktian kepada Mazda, yakni
Tuhan Maha Segala Yang Esa, Sejati, dan Maha Mengetahui.[7]
Setelah ia menerima wahyu pertamanya,10 tahun pertama ia melakukan penyebaran
agamanya itu di kota kelahirannya yaitu Iran Utara, Tetapi dalam masa tersebut
hanya seorang saja yang beriman di kota kelahirannya tersebut, orang itu tidak
lain adalah saudara sepupunya sendiri, Maidhyoimanha. Ia mengajarkan tentang
kodrat Maha Tunggal yang bijaksana yang tak dapat disaksikan dan dilihat dan
diraba, dan hal tersebut direspon dengan ejekan dan penghinaan, ia banyak
bersabar dan terus memprcayai janji dari Ahura Mazda, hingga pada akhirnya ia
memanjatkan permohonan dan kemudian keluar perintah agar ia hijrah dari sana, Akhirnya pada tahun
keduabelas kenabiannya, beliau meninggalkan tanah kelahirnya dan mengembara ke
Timur, mula-mula ke Seista, dan selanjutnya ke Bactria yang diperintah oleh
seorang raja bijaksana, Vishtaspa. Zarathushtra senantiasa menginginkan untuk
memperoleh pengikut yang bijak dan berkuasa untuk menunjang missinya.
Raja Vishtaspa itu, yang dalam literature di Barat dikenal dengan
Kings Hystaspes, berasal dari keluarga Hakkham. Seorang cucunya yaitu Cyrus the
Great (559-529 SM) berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil diseluruh
wilayah Iran dan membangun sebuah Imperium Parsi yang dikenal dengan
dinasti Hakkham (600-331 SM), dan dunia Barat mengenalnya dengan dinasti
Achaemenids. Ibukotanya yang semula terletak di kota Balkh di pindahkan ke kota Sussa di sebelah timur sungai Tigris, kemudian ke
Persepolis (Istakhri).[8]
Raja Vishtaspa menerima Zarathushtra
dengan ramah-tamah, dan menunjukkan bahwa dirinya condong kepada risalahnya
karena berdasarkan pada berdasarkan filsafat Zoroaster dengan pemikirannya tentang Tuhan bahwa
inti dari gagasan ketuhanan tidak akan dicapai lantaran adanya perubahan bangsa
dan bahasa. Yang berubah-rubah hanya nama Tuhan yang tunggal untuk seluruh
alam. Setiap bangsa menyebutnya dengan nama yang diinginkan. Diriwayatkan bahwa
Zarathushtra telah melakukan beberapa mukjizat di hadapan Sang Raja dan para
Menterinya, serta melakukan diskusi yang lama dengan para cendekiawan di sana.
Salah satu mukjizat yang ia tunjukkan yakni, dia mampu membuat sebuah lingkaran
dengan tepat tanpa alat, padahal menurut ahli ilmu ukur hali itu tidak mungkin
bisa dilakukan. Kemudian, mukjizatlainnya, ia pernah bertemu seorang buta,
kemudian dia meminta jenis rumput tertentu untuk diperaskan di kedua mata si
buta, dan si buta itu pun bisa melihat.[9] Perlahan
tetapi pasti, kebenaran yang dinyatakannya telah mendapat pijakan yang kuat di
kalangan raja dan para bangsawannya. Massa rakyat mengikuti kebangkitan para
pemimpinnya, dan agama Zoroaster segera tegak sebagai agama Iran. Sukses yang
mendadak dari agama yang baru ini memacu jalan ke arah peperangan antara Iran
dan Turan. Zarathushtra tidak percaya dengan penggunaan senjata dalam menarik
pengikut kepada agamanya. Beliau hanya mengizinkan perang untuk membela diri
guna menjaga agama dan para pengikutnya dari kekejaman orang lain.[10]
Setelah 47 tahun dengan usaha yang tekun menegakkan
kebenaran, Nabi Besar Iran ini wafat dalam usia 77 tahun . Beliau hidup dalam
kesetiaan yang tak terbagi dan kebaktian kepada Tuhan yang bijaksana dan benar.
Beliau adalah seorang yang penuh kesalehan, dan agamanya tidak bernafaskan lain
kecuali kasih kepada yang menderita dan cinta kepada kebenaran. Dan konon pada saat serangan itulah Zarathustra
meninggal ditikam oleh askar Turania. Zarathustra
sewaktu wafatnya meniggalkan 3 istri, 3 puteri, dan 3 putra. Keyakinan tentang
Ahura Mazda, Pengakuan keimanan (credo=Syahadat) yang harus diucapakan setiap
orang yang beriman dalam agama Zarathustra. Keimanan yang paling pokok dalam
agama ini adalah pengakuan terhadap Ahura Mazda, terhadap kodrat yang maha
tunggal dan maha bijaksana. Menurut Zarathustra alam semesta ini dikuasai oleh
kodrat Maha Bijaksana (Ahura Mazda) yang Maha bijaksana senantiasa berhadapan
dengan kodrat angkara murka (angro mainyu). Agar manusia memproleh keselamatan
haruslah menundukkan diri sepenuhnya kepada Ahura Mazda.[11]
Raja-raja dari dinasti Achaemenids adalah penganut agama
Zarathustra sampai kepada raja Darius III (363-331 SM). Pada masa inilah
imperium parsi itu ditaklukkan oleh Alexander the Great (356-323SM) dari
Macedonia dan lalu berlangsung Hellenisasi yang intensif diseluruh wilayah
Iran. Setelah raja-raja Achaemenids itu pertumbuhan kekuasaannya sampai pada
masa tumbangnya terbagiatas 3 tahap masa, yaitu:
1. Masa 600-550
sebelum masehi, yaitu dalam mansa 150 tahun merupakan masa pertumbuhan
kekuasaan dan pengembangan agama Zarathustra.
2.
Masa 550-486 sebelum masehi, yaitu dalam masa 65 tahun merupakan
masa perluasan kekuasaan dan perluasan pengaruh agama Zarathustra.
3.
Masa 486-331 sebelum masehi, yaitu dalam masa 156 tahun merupakan
masa sengketa yang terus menerus dengan pihak Grik.
Di
Persia, selain Zoroaster, terdapat pula Madzab keagamaan dan ritual lain,
seperti Maniisme[12], penyembah api,
dan Madzhab Mazdak. Madzhab Mazdak ini yang menggugurkan hak kepemilikan
individu. Penganutnya meyakini kepemilikan bersama, termasuk perempuan dan
harta serat menghapus tradisi pernikahan.Ajaran Mazdak pernah dianut dan
dijalankan oleh seorang Raja Dinasti Sasanid. Baik Zoroaster,maupun Madzhab-Madzhab
keagamaan Persia yang lainnya, ternyata memiliki pengaruh yang cukup kuat bagi
tradisi agama Yahudi, khususnya konsep kehidupan akhirat dan adanya Messiah.
Dikatakan, Jemaah Asiniyyah, salah satu sekte Yahudi, sangat terpengaruh kuat
oleh ajaran Zoroaster, terutama dalam konsep-konsep dualisme, seperti
peperangan antara kebaikan dan kejahatan. Namun demikian, diantara
kelompok-kelompok agama tersebut kelompok yang
paling penting di dunia adalah agama Zoroaster atau Parsi India.
Kelompok ini sering dibandingkan dengan kelompok Yahudi.[13]
Pada
tahun 641 M, yaitu pada masa pemerintahan koshru Yesdegird III (634-641 M),
kekuasaan Sassanids di tanah Iran ditumbangkan oleh kekuasaan Islam yakni pada
masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M). Dan itulah perkembangan terakhir dari agama Zarathustra sepanjang
sejarahnya semenjak 12 abad lamanya, lantas terdesak oleh pengaruh agama Islam
di tanah Iran.
Sesudah ditaklukkan Arab di sekitar abad ke-7 M, sebagian besar penduduk Persia lambat
laun memeluk agama Islam (dalam beberapa hal dengan kekerasan, walau pada
prinsipnya kaum Muslimin punya sikap toleran kepada agama lain). Sekitar abad
ke-10, sebagian sisa penganut agama Zoroaster lari dari Iran ke Hormuz, sebuah
pulau di teluk Persia. Dari sana mereka atau turunannya pergi ke India tempat
mereka mendirikan semacam koloni. Orang Hindu menyebut mereka Parsees karena
asal mereka dari Persia. Kini ada sekitar l00.000 lebih kelompok Parsees di
India, umumnya tinggal di dekat kota Bombay tempat mereka membentuk suatu
kelompok kehidupan masyarakat yang makmur. Zoroastrianisme tak pernah melenyap
seluruhnya di Iran; hanya sekitar 20.000 penganut masih ada di negeri itu.[14].
B.
Ajaran-Ajaran Agama
Zoroaster
[15]Kitab
suci agama Zoroaster ini di kenal dengan nama Zend Avesta.kitab ini terbagi
lagi menjadi tiga bagian, yakni:
1.
Gathas, kitab yang berisi tentang
“nyanyian” atau “ode” yang secara umum dan tepat dinisbahkan kepada Zoroaster
sendiri;
2.
Yashts atau hymne korban yang
ditujukan kepada berbagai macam dewa; dan
3.
Vendidat/ Vindevdat, “aturan melawan
syetan”,berupa sebuah risalah yang terutama menyangkut ketidakmurnian ibadah
dan prinsip dualisme yang diperkenalkan oleh Zoroasternisme dan diuraikan
sangat panjang dalam bidang kehidupan praktis.
Gathas memuat ajaran-ajaran yang
dikemukakan sendiri oleh Zoroaster. Sayangnya bantuan ilmu bahasa hanya
berhasil sebagian dalam menangkap makna teks-teks yang kabur ini. Isi bagian
kitab ini bertentangan dengan Yashts, yang merupaka langkah mundur pada
paganisme. Dalam Yashts ditemukan suatu konsep politeisme yang mirip dengan
konsep yang terdapat dalam kitab suci agama Hindu, Rig-Veda. Konsep Politeisme
inilah yang di tentang oleh Zoroaster. Baik dalam Yashts mauoun dalam Rig-Veda
dijumpai sejumlah besar dewa dan setengah dewa.
[16]Ajaran-Ajaran
pokok dalam agama Zoroaster ini yang terdapat dalam kitab-kitabnya mencakup:
a.
Manusia
Dalam
teks yang berjudul “Nasihat Pilihan dari Para Bijak Bestari Zaman Dulu”atau
dikenal juga sebagai “Kitab Nasihat Zartusht” ditemukan konsep tentang manusia.
Manusia pada asalnya, adalah wujud gaib, dna rohnya, dalam bentuk Fravashi
atau Fravahr,ada sebelum jasmaninya. Baik jasad maupun rohnya adalah ciptaan
Ohrmazd (Ahura Mazda), dan roh tidak bersifat abadi. Manusia adalah milik Tuhan
dan kepada-Nya dia akan kembali.
Syetan
atau Ahriman adalah penentang Tuhan. Dia seperti Tuhan adalah roh gaib murni;
dia dan Ohrmazd adalah musuh abadi, cepatatau lambat pertarungan anatar
keduanya tidak akan terelakkan. Penciptaan atau makhluk bagi-Nya merupakan
suatu kebutuhan bagi pertarungan-Nya melawan syetan, dan manusia berada di
garis depan pertempuran ini. Dalam hal ini manusia tidak di paksa Tuhan tetapi
karena dia bebas dan sukarela menerima peran ini ketika ditawarkan kepadanya.
Di dunia setiap orang bebas memilih baik atau buruk. Jika dia memilih kejelekan
berarti dia bertindak tidak alami karena “ayah”nya adalah Ohrmadz.
Hal
diatas sesuai dengan pendapat As-Syahtastani yang mengatakan, “Manusia bertugas
untuk senantiasa mebantu kebaikan dan cahaya di tengah pergulatan Ahura Mazda
dengan kejahatan dan kegelapan (Ahriman). Hal ini dapat diwujudkan dengan
senantiasa melakukan kebaikan, berkahlak mulia,serta menerapkan hukum dan
undang-undang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Semua itu dilandaskan atas
kebebasan untuk memilih. Siapa yang memilih kebaikan dan kebenaran, maka dia
akan menuai hasilnyadi kehidupan dan akhirat yang abadi kelak. Adapun orang
yang membela kejahatan dan kedustaan, dia pun akan mendapatkan siksa di neraka
yang abadi.”
Bagi agama
Zoroaster peran manusia di dunia, yaitu bekerjasama dengan alam serta menjalani
kehidupan yang saleh dengan pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik. Di
dunia, manusia mempunyai kewajiban untuk hidup berumahtangga dengan mempuyai
istri dan mempunyai anak. Semakin banyak manusia adalah semakin baik karena
akan semakin mudah untuk mengalahkan Ahriman.
b.
Tuhan dan Penciptaan
Keyakinan
agama Zoroaster meliputi aspek
monoteisme dan paganisme sekaligus. Mulanya, keyakinan Zoroaster hanya
mencakup monoteisme saja. Namun, seiring berkembangnya, keyakinan agama ini
juga meliputi paganisme. Prof. Dr. Ali Abdul Wahid Wafi, seorang sejarawan
muslim kontemporer, mengatakan bahwa zarathustra, meyerukan ajaran monotaisme
untuk menyembah Tuhan yang tunggal , pencipta segala sesuatu dan segala alam,
baik yang berupa esensi (ruh) maupun materi (maddah).
Menurut
penganut Zoroaster, Dzat Ahura Mazda adalah esensi murni yang suci dari segala
bentuk materi, yang tak dapat dilihat oleh pandangan mata dan tidak dapat ditangkap
kedzatannya oleh akal manusia. Oleh karena itu Zoroasternisme pun membuat
rumusan tentang hakikat ketuhanan Dzat Ahura Mazda dengan dua rumus penting.
Rumus
pertama bersifat transenden (Samawi) yang disimbolkan dengan matahari,
dan rumus yang kedua bersifat imanen (Ardhi) yang disimbolkan dengan
api. Keduanya adalah unsur yang memancarkan cahaya, menerangi semesta, suci,
serta tidak dapat terkontaminasi oleh hal-halyang buruk dan segala bentuk
kerusakan. Kepada cahayalah kehidupan semestaraya ini bergantung. Sifat inilah
yang paling mendekati untuk digambarkan oleh akal manusia akan sifat pencipta.
Anggapan
sakral dan cara pengikut Zoroaster menyucikan api inilah yang pada akhirnya
menjadikan agama tersebut bergeser dari monoteisme ke paganisme. Zoroaster pun
berubah menjadi agama panteisme (hulul) dan paganisme. Api sendiri pada
akhirnya berubah dari sebatas isyarat menjadi Sang Pencipta itu sendiri, dani
pun dirumuskan atasnya.
Sejatinya,
pada tradisi dan ajaran awal Zoroaster, tidak di kenal konsep dua Tuhan.
Zoroaster hanya meyakini dua kekuatan besar dalam kehidupan yang senantiasa
berlawanan atau berbenturan. Salah satunya terkumpul dalam kekuatan kebaikan,
cahaya, kehidupan, kebenaran, dan kemuliaan sementara kekuatan lain terkumpul
dalam kejahatan, kegelapan,kematian, dan angkara murka.
Asy-Syahrastani berkata: “ sebenarnya, Zoroaster
meyakini bahwa Tuhan itu satu, tunggal, tidak ada sekutu, lawan dan kawan,
Pencipta cahay dan kegelapan. Namun para pengikut Zoroaster meninggalkan
pandangan tersebut. Mereka meyakini bahwasannya alam raya ini tak lain
merupakan jelmaan dari pergulatan abadi antara Ahura Mazda, Dewa Terang, dengan
Ahriman, Dewa Kegelapan.kemenangan Ahuran Mazda dalam kehidupan adalah sesuatu
yang pasti dan tak terbantahkan.”[17]
c.
Etika
Sebagian
besar ajaran agama Zoroaster adalah menyangkut masalah etika. Dasar pikiran
teologisnya mempunyai inti pandangan moralistik tentang kehidupan. Kenyataan
kehidupan yang utama dan tidak bisa dihindari adalah kejelekan. Baik adalah
baik dan jelek adalah jelek. Menolak adanya prinsip dan kejelekan yang terpisah
sama dengan mempertalikan atau menghubungkan kejelekan pada Tuhan. Ini tidak
mungkin. Oleh karena itu, kejelekan tentu merupakan sesuatu yang berdiri
sendiri yang secara terpisah. Moralitas Zoroaster, diungkapkan dalam tiga
kata,yaitu humat, huklit, dan huvarsht, yang artinya
pikiran baik,perkataan baik, dan perbuatan baik. Yang utama dari ketiga hal itu
adalah perbuatan baik.
Inti
dari ajaran Adhurbadh bin Mahraspand adalah “hiduplah dengan baik dan menjadi
orang yang berguna, berilah perhatian kepada sesama, laksanakan
kewajiban-kewajiban agama, garap lah tanah, hidup lah berkeluarga dan didiklah anak-anak sehingga
menjadi terpelajar. Ingatlah bahwa hidup di dunia ini adlaah sebuah pendahuluan
bagi hidup di hari nanti, atau akhirat, dan roh orang yang meninggal akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perbuatan-perbuatan yang dikerjakannya
di dunia.”
d.
Pengadilan saat Kematian
Ajaran
agama Zoroaster tentang nasib roh setelah mati terlihat sangat jelas. Konsep
kitab Avesta memberi dasar ajaran ini dan teks ini telah di salin dengan
sedikit bervariasi dalam kitab-kitab Pahlavi. Setiap roh manusia setetlah
kehidupan dunia ini akan bergentayangan selama tiga hari di dekat jasad yang
sudah menjadi mayat. Pada hari keempat, roh menghadapi pengadilan diatas
“Jembatan Pembalasan”, jembatan yag di jaga oleh Dewa Rashu yang bertindak
sebagai hakim yang secara sangat adil
menimbang perbuatan baik dan buruk manusia. Jika perbuatan baiknya lebih
berat roh tersebut diizinkan langsung menuju surga, tetapi jika perbuatan
buruknya lebih besar roh tersebut di tarik dan dimasukkan ke dalam neraka.
Apabila perbuatan baik dan buruk seimbang maka roh tersebut di bawa ke suatu
tempat yang bernama Hamestagan atau tempat campuran. Tempat ini tidak
disebut dalam teks Menok i Khrat, tetapi sering disebut dalam teks-teks
lain.dalam tempat ini, roh-roh mengalami perbaikan dengan merasakan penderitaan
yang berupa panas dan dingin.
Neraka
dalam agama Zoroaster bukan merupakan tempat penyiksaan abadi. Neraka hanya
bersifat sementara dan merupakan tempat penyucian dari noda-noda dosa. Akhir
penyucian dosa terjadi pada pengadilan (hisab) terakhir pada akhir zaman.
Disini jelas tergambar bahwa roh harus menghadapi dua kali pengadilan,
pengadilan pada saat kematian dan pengadilan umum pada hari kiamat ketika jasad
manusia di bangkitkan kembali dan disatukan lagi dengan rohnya. Di dalam agama
Zoroaster ini, pengadila umum diikuti dengan penyucian,akhir dari noda-noda
dosa sehingga semua menjadi suci tanpa dosa. Tidak ada siksaan abadi dan
akhirnya, semua manusia masuk surga.
e.
Hari Kebangkitan
Sebagaimana dapat dipahami dari uraian yang telah
dikemukakan sebelumnya, pengadilan roh pada saat kematian hanyalah merupakan
suatu pendahuluan bagi pengadilan akhir hari kiamat. Penghitungan terakhir,
menurut agama Zoroaster, juga hanya berupa tiga hari “penyucian” di dalam logam
yang meleleh dan setelah itu roh-roh terkutuk bangkit dari neraka dan seluruh
umat manusia tanpa kecuali berkumpul dalam surga temat mereka semua akan memuji
Tuhan selamanya. Tuhan mengutuk makhluk-Nya dengan siksaan abadi karena
dosa-dosanya bagaimanapun besarnya. Semua dosa akan dihukum dengan setimpal
didalam neraka yang bersifat sementara. Neraka adalah tempat tinggal Ahriman
dan Syaitan-syaitan. Tuhan melunakan keadilan dengan ras belas kasihan. Dia
tidak memiliki sifat yang kejam dan sama sekali tidak bisa murka.
Konsep surga menurut agama Zoroaster sangar
sederhana. Surga adalah suatu keadaan yang kembali kepada kehidupan dunia
sebelum Ahriman dengan gila menghenatangnya. Surga adalah seperti tempat reuni
keluarga yang sangat besar yang di dalamnya kehidupan dunia yang ideal
dipulihkan, suatu kehidupan yang berpusat di sekitar keluarga manusia di mana
suami sekali lagi bisa menikmati keintiman istrinya yang sah dan berkumpul
kembali bersama anak-anaknya. Kehidupan di surga adalah penyempurnaan alami
dari pada kehidupan di dunia dengan kekecualian manusia tidak lagi memiliki
nafsu makan dan merupakanm tempat para roh memuji ahura mazda dan amahraspand
dengan keras. Di sana seluruh keluarga manusia berkumpul dalam suatu kehidupan
abadi dan kenikmatan yang abadi pula.
C.
Praktek Keagamaan dalam
Agama Zoroaster
a.
Cara Bersuci dan Beribadah Zoroaster
(Shalat)
Mary
Boyce, dalam bukunya Zoroastrians, Their Religious Beliefs and Practice
menjelaskan bahwa waktu ibadat orang-orang Iran zaman dahulu ketika matahari
terbit, ketika tengah hari, dan ketika matahari terbenam.waktu yang tersebut
terakhir nampaknya diperuntukkan bagi roh orang yang telah meninggal dunia.
Zoroaster nampaknya memberikan dua tambahan lagi sehingga dia mewajibkan kepada
para pengikutnya untuk beribadat lima kali sehari. Tambahan pertama adalah
waktu setengah siang seperti waktu Ashar seperti dalam agama Islam, yaitu
tengah-tengah antara tengah hari dan waktu matahari terbenam. Bagi agama
Zoroaster, selama musim panas doa-doa yang di baca pada tengah hari berfungsi
membantu orang yang saleh untuk berfikir tentang kebenaran serta tentang
kejayaan kebaikan sekarang dan yang akan datang, sedangkan selama musim dingin
adalah merupakan peringatan tahunan akan adanya kekuatan kejahatan yang
mengancam dan perlunya bertahan terhadapnya.
Tambahan
baru lainnya adalah waktu tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat
matahari terbit. Doa ini dipersembahkan bagi Sraosha, Tuhannya doa. Selama
waktu itu, ketika kekuatan kegelapan berada pada puncak yang paling kuat dan
mencari-cari mangsa, para pengikut Zoroaster harus bangun, mengisi minyak dan
dupa pada tungku api dan memperkuat dunia kebaikan dengan doa-doa mereka.
Bentuk dan isi sembahyang yang di kenal dari praktek
yang ada adalah sebagai berikut:
1.
Orang yang hendak melaksanakan
sembahyang mempersiapkan diri dengan mencuci wajah, tangan, dan kaki dari
kotoran debu kemudian menutup sebagian mukanya.
2.
Melepaskan tali kawat suci dan
berdiri dengan tali di pegang dengan kedua tangan dimukanya, tegak lurus
dihadapan penciptanya, matanya menatap simbol kebajikan, yakni api
3.
Dia berdoa kepada Ohrmazd (Ahura
Mazda), mengutuk Ahriman (sambil memukul-mukulkan ujung kawat dengan
penghinaan), memasang tali kawat lagi sambil masih berdoa.
b.
Upacara-Upacara dalam Agama
Zoroaster.
Disamping
perayaan individu tersebut, para pengikut Zoroaster masih mempunyai kewajiban bersama yaitu merayakan tujuh macam
peringatan hari besar tahunan. Waktu peringatan berbeda-beda, ada yang
pertengahan musim semi, ada yang pertengahan musim panas, dan ada yang
pertengahan musim dingin. Perayaan in dirayakan dengan menghadiri upacara agama
(sembahyang) di pagi hari dan kemudian berkumpul bersama di dalam kegembiraan
dengan pesta makan bersama. Makanan yang dimakan sebelumnya di beri berkah di
dalam upacara agama yang dilaksanakan pada pagi hari tersebut. Orang-orang kaya
saling bertemu di dalam kesempatan ini yang merupakan waktu iktikad baik umum,
perselisihan didamaikan dan persahabatan diperbaharui dan diperkuat.
Upacara-upacara khusus bagi kelahiran (massa penandaan), perkawinan dan
kematian juga diajarkan dalam agama Zoroaster.[18]
Ø
Upacara penandaan atau Navjot (secara harfiah
berarti Kelahiran Baru) adalah perayaan ketika seorang anak diterima masuk ke
agama Majusi, selanjutnya dia diberikan simbolisasi keimanan – baju (sudreh)
dan korset (kusti). Upacara ini berlangsung pada saat usia tujuh dan empatbelas
tahun. Setelah pemberian ini setiap penganut Zoroster, baik lelaki maupun
wanita, memakainya siang dan malam, dan ini menjadi baju yang dikenakan ketika
akhir hayatnya.
Ø
Upacara kedua berkaitan dengan perkawinan.
Ini kewajiban yang mengikat pengikut Majusi untuk kawin dan membesarkan anak.
Bagian terpenting dari upacara perkawinan tiga kali pengucapan dalam akad
perkawinan oleh pendeta resmi, diikuti pemberkatan Tuhan, Amesha Spentas dan
Yazatas pada pasangan baru.
Ø
Perbedaan yang mencolok dari upacara Agama
Zoroaster ini berkenaan dengan kematian. Setelah nyawa meninggalkan raganya,
maka badan jasmaninya dianggap tidak suci. Ia harus dihancurkan secepat
mungkin. Ia tidak boleh disentuh elemen suci-api, bumi, dan air. Jadi tidak
dibakar, dikubur, atau tidak juga dihanyutkan kedalam air. Ia dibiarkan dimakan
oleh burung bangkai. Mayatnya diletakkan pada suatu tempat yang disebut Menara
Kesunyian yang menghadap matahari. Puncak menara dibiarkan terbuka untuk
memberi kebebasan burung-burung memakannya. Kejadian ini cepat berlangsung
sekitar setengah jam, dan kerangka mayat memutih dibawah sinar matahari dan
udara dalam waktu beberapa hari. Ini kemudian dikumpulkan dan disimpan dalam
terowongan di pusat menara, dan disana mereka remuk menjadi debu. Kebiasaan
menghancurkan mayat ini tidak pernah terjadi pada saat Zarathushtra atau pun
pada awal masa Achaemenid. Herodotus mengacu kebiasaan penguburan diantara
bangsa Persia, dan kuburan Cyrus masih ada sampai sekarang. Menara Kesunyian (Dokhmas) datang sebagai hasil
pengaruh Magi, pendeta dari Medes. Hal dipertahankan oleh pengikut Zoroaster
dengan alasan agama maupun sanitasi.[19]
c.
Kusti
Kushti (juga: Kusti, Koshti) adalah kain suci
dikenakan oleh Zoroastrianisme sekitar pinggang mereka. Seiring
dengan Sedreh,
Kushti adalah bagian dari gaun ritual
Zoroastrian. Kushti dikenakan tiga kali di sekitar pinggang. Hal ini terikat dua kali
dalam simpul ganda di depan dan belakang, ujung Kushti tergantung di belakang.
Kusti dibuat
dari tujuh puluh dua benang putih yang ditenun perempuan dari kelas imam dan
ditahbiskan oleh seorang imam. Setiap pembagian Kusti memiliki
signifikansi agama:
Ø 72 benang mewakili bab tujuh puluh dua dari
Yasna, yang merupakan bagian dari Avesta.
Ø Mereka benang dibagi menjadi enam bagian, yang
mewakili enam tugas utama seorang Zoroastrian.
Ø Ketika Kusti selesai,
ujung-ujung benang berubah menjadi tiga jumbai di setiap akhir, yang
bersama-sama mewakili enam festival musiman Gahambar.
Ø
Setiap
rumbai terdiri dari dua puluh empat benang, mewakili dua puluh empat bagian
dari doa liturgis disebut Visparad tersebut.
d.
Ritual Naujote.
Ritus Naojote merupakan
sebuah ritus yang dijalani oleh anak-anak yang berusia antara tujuh hingga
sepuluh tahun. Istilah Naojote berasal dari kata nao yang
berarti baru dan jote atau zote yang artinya
mempersembahkan doa-doa. Dalam ritus ini, anak-anak laki-laki dan
perempuan diberikan Sadre dan Kusti, pakaian kudus
yang harus dipakai seumur hidup. Setelah mengikuti ritus Naojote,
anak-anak dianggap sudah punya kewajiban dan tanggung jawab untuk menjalankan
ritus-ritus keagamaan dalam Zoroastrianisme.[20]
e.
Pernikahan
Pernikahan dalam Zoroaster adalah upacara keagamaan di Zoroastrianisme di mana dua orang, seorang pria dan seorang wanita yang
bersatu. Dalam Zoroastrianisme, pernikahan dalam masyarakat didorong, dan
sangat disukai di teks-teks agama. Dalam Agama Zoroaster
pria dan wanita diperbolehkan menikah setelah mereka mencapai usia15 tahun.
Pernikahan
diatur oleh orang tua dan atas dasar persetujuan anak-anak. Namun dalam beberapa peristiwa tidak jarang untuk
sistem ini akan ditinjau ulang, dengan orang tua berkonsultasi tentang
keputusan yang dibuat oleh para pihak menikah.
Sebelum melakukan
Upacara Pernikahan, ada upacara yang harus dilakukan. Upacara yang
dilakukan bervariasi, dan tidak semua ritual dapat dijelaskan. Berikut
ritual-ritual sebelum pernikahan.
a.
Adrâvvûn (juga dikenal dengan nama yang lebih tua Nam pâdvûn)
Hadiah koin perak
disiapkan oleh wanita dari kedua mempelai dan keluarga mempelai pria di rumah
pihak menikah, masing-masing kelompok akan ke rumah lain. Hal ini atas
ini pertunangan bahwa pengantin wanita mengambil nama suaminya, bahkan jika
pernikahan tidak terjadi nanti.Pertunangan ini sering dilakukan dengan cepat
setelah pernikahan diatur.
b.
Divo
Dua lampu yang menyala,
satu di masing-masing rumah para pihak menikah. Sekali lagi wanita
perjalanan ke rumah dari pihak lain dan menempatkan koin perak pada
lampu. Hal ini pada kesempatan ini bahwa hadiah formal
dipertukarkan. Ini termasuk pertukaran cincin kawin.
c.
Âdarni
Hari ketiga sebelum
pernikahan, dianggap sebagai hari untuk hadiah bertukar. Pada hari ini
keluarga pengantin pria mengunjungi rumah pengantin untuk hadir dengan semua
hadiah seperti pakaian dan perhiasan. Ritual ini dikenal sebagai
Adarni. Pengantin sendiri juga dapat pergi ke rumah mempelai pria untuk
tradisi ini tetapi pengantin pria tidak bisa melakukan hal yang sama. Para
kerabat, tetangga dan teman-teman disuguhi makanan tradisional sev dan
sampingan, telur rebus dan pisang.[21]
f.
Ritual Kematian
Zoroastrianisme tidak mengizinkan
penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah meninggal karena dianggap akan
menodai air, udara, bumi dan api. Mereka menyelenggarakan ritus kematian
dengan menempatkan mayat di atas Dakhma
atau Menara Ketenangan (Tower of Silence). Di sana terdapat pembagian
tempat yang jelas bagi kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak. Adapun
tahap-tahap yang dilakukan saat upacara kematian adalah sebagai berikut:
1.
Mayat dibiarkan di dalam sebuah ruangan
di rumah selama tiga hari sebelum dibawa ke Dakhma, tempat untuk melaksanakan
upacara kematian.Sesudah itu, mayat lalu dibawa ke Dakhma atau Menara
Ketenangan.
2.
Di sana mayat akan ditelanjangi dan
ditidurkan di atas menara yang terbuka dan dibiarkan agar dimakan oleh
burung-burung.
g.
Kalender
Kalender agama adalah
beberapa soal kontroversi di kalangan Zoroastrian. Saat ini ada tiga
kalender utama yang digunakan: Fasli, Shahanshahi, dan Qadimi. Kalender Tertua Zoroastrian ('Old Avesta') adalah musiman yang jelas,
tetapi tidak selaras dengan musim. Dalam tahun berikutnya ('Muda Avesta' dan
Sasania kali) metode prosedur adalah untuk menambahkan satu bulan setiap 120
tahun, namun tidak satupun dari tiga kalender modern yang mengikuti tradisi
ini. (Cf. Denkard 3,
pasal 419 dan pasal 25
Bundahishn).
Ø
Fasli ('musiman'): Sebuah kalender agama yang disimpan selaras dengan musim
dengan intercalasi satu hari setiap empat tahun, berpola setelah kalender
Gregorian. Naw Ruz (Hari Tahun Baru) adalah tetap pada tanggal 21 Maret.
Ø
Shahanshahi (atau Shenshai):
Kalender banyak Zoroastrianisme Parsee, termasuk beberapa Dasturs lebih
berpengaruh (imam besar). Hal ini didasarkan pada kalender agama
yang secara teoritis disinkronkan dengan musim dengan intercalasi bulan setiap
120 tahun, tetapi sisipan tersebut tidak diikuti secara konsisten. Naw Ruz diamati pada tanggal 23 Agustus 1995. Sebuah proposal baru
akan mereformasi kalender Shahanshahi dengan membawa kembali ke harmoni melalui
interkalasi bulan penuh.
Ø Qadimi ('kuno'): Pada 1746
sekelompok imam dan orang awam di Surat mengadopsi kalender Irani pada asumsi
bahwa itu mewakili sebuah tradisi lama. The Qadimi kalender satu
bulan menjelang Shahanshahi tersebut.[23]
Setiap bulan dan setiap
hari dari kalender agama dipimpin oleh makhluk rohani, doa khusus (dari Khorda Avesta ) diamati untuk menghormati itu makhluk
spiritual. Hari di mana makhluk rohani yang sama memimpin kedua bulan dan hari
(ditandai dengan * pada tabel di bawah) sangat sakral.
h.
Tempat Suci
Para penganut
Zoroastrianisme beribadah di dalam kuil yang disebut dengan Kuil Api. Disebut demikian karena di dalam
kuil, api dibiarkan menyala terus-menerus sebagai lambang kehadiran
dewa. Api bukan saja menyimbolkan kehadiran Tuhan tetapi juga sebagai
simbol kesucian.[24]
Zoroaster menganjurkan pengikutnya untuk selalu
menyalakan api suci di tungku-tungku api yang terapat disetiap kuil
peribadatan. Api tersebut harus selalu menyala dan memancarkan cahaya. Tungku
api itu di urus dan di jaga oleh para pemimpin agama (magi), rohaniawan muda,
juga oleh para pendeta kuil. Setiap hari mereka selalu memasukkan kayu cendana
ke dalam tungku api sebanyak lima kali, atau kayu lain yang mengeluarkan aroma
wewangian khas, juga menaburkan serbuk serbuk dan cairan wewangian sehingga
udara di dalam kuil selalu terasa segar dan harum semerbak. Mereka juga
merapalkan doa-doan dan melaksanakan ritual keagamaan disekitar api tersebut.
Dalam tradisi Zoroasternisme, ketika akan mendirikan sebuah kuil api baru,
mereka diharuskan menyalakan api terlebih dahulu pada sembilan buah lilin atau obor. Nyala api di obor pertama
kemudian disalurkan untuk nyala api di obor kedua, dan seterusnya hingga pada
obor kesembilan. Pengikut Zoroaster meyakini, api yang menyala pada obor
terkahir itulah yang telah sampai pada derajat kesucian api. Dan dari api
kesembilan itu mereka menyalakan apipada tungku kuil yang baru tersebut.[25]
Dalam
satu butir teks “beberapa perkataan Adurbadh bin Mahraspand”, ayat 72,di
sebutkan “pergilah ke kuil api tiga kali sehari dan bacala doa pada api.”
Kelanjutan ayat tersebut mengatakan bahwa siapa yang paling sering pergi ke
kuil api dan membaca doa pada api akan menerima banyak barang duniawi dan
kesucian.
D.
Aliran Agama Agama Majusi
Aliran Agama Agama
Zoroaster diantaranya:
A. Aliran Manu
Diantara
ajaran yang diajarkan oleh aliran ini diantaranya:
a. Tentang baik dan
buruk
Menurut ajaran manu ini bahwa segala
kehidupan ini adalah kebaikan, karena akhirnya Tuhanlah yang akan menang atas
roh kejahatan; oleh karenanya manusia hendaknya membantu Tuhan mengalahkan roh
jahat dengan melakukan segala kebaikan.
b. Anjuran
menghentikan perkawinan
Selain itu menurut mereka pertempuran antara kebenaran dan kejelekan akan terus berlangsung selama manusia terus berkembang. Oleh karena itu menurut mereka agar semua kejahatan dan kejelekan cepat berakhir maka manusia harus menghentikan perkembang biakanya dengan kata lain tidak menikah agar tidak memiliki keturunan.
Selain itu menurut mereka pertempuran antara kebenaran dan kejelekan akan terus berlangsung selama manusia terus berkembang. Oleh karena itu menurut mereka agar semua kejahatan dan kejelekan cepat berakhir maka manusia harus menghentikan perkembang biakanya dengan kata lain tidak menikah agar tidak memiliki keturunan.
c. Zuhud
Menurut ajaran ini pula, manusia harus menjauhi segala kesenangan dunia. Termasuk melarang menikah, menyembelih binatang dan makan daging.
Menurut ajaran ini pula, manusia harus menjauhi segala kesenangan dunia. Termasuk melarang menikah, menyembelih binatang dan makan daging.
d. ‘Ibadat
Aliran Manu mengajarkan peribadatan yaitu sembahyang dan puasa, sebelum sembahyang mereka mengusap anggota badan dengan air, kemudian menghadap matahari, lalu bersujud. Dalam tiap kali sembahyang ada dua belas kali bersujud; pada tiap sujud dilakukan doa; mereka berpuasa 7 hari dalam sebulan.
Aliran Manu mengajarkan peribadatan yaitu sembahyang dan puasa, sebelum sembahyang mereka mengusap anggota badan dengan air, kemudian menghadap matahari, lalu bersujud. Dalam tiap kali sembahyang ada dua belas kali bersujud; pada tiap sujud dilakukan doa; mereka berpuasa 7 hari dalam sebulan.
B. Madzdak
Aliran ini ajarannya mirip dengan ajaran Majusi kuno yakni meyakini adanya dua tuhan, yaitu tuhan baik dan tuhan keburukan. Selain itu ajaran yang paling terpenting dari aliran ini adalah ajaran yang mirip dengan sosialisme yang menyatakan bahwa manusia harus sama derajatnya. Yakni tidak memiliki stara social. Dan menurut mereka penyebab utama dari kejahatan dan peperangan adalah wanita dan harta, yang menyebabkan pengikut aliran ini membuat kekacauan di Naishaburi. Karena mereka memaksa orang-orang hartawan untuk menyerahkan harta mereka dan menyerahkan wanita agar tidak terjadi kekacauan atau peperangan.
Aliran ini ajarannya mirip dengan ajaran Majusi kuno yakni meyakini adanya dua tuhan, yaitu tuhan baik dan tuhan keburukan. Selain itu ajaran yang paling terpenting dari aliran ini adalah ajaran yang mirip dengan sosialisme yang menyatakan bahwa manusia harus sama derajatnya. Yakni tidak memiliki stara social. Dan menurut mereka penyebab utama dari kejahatan dan peperangan adalah wanita dan harta, yang menyebabkan pengikut aliran ini membuat kekacauan di Naishaburi. Karena mereka memaksa orang-orang hartawan untuk menyerahkan harta mereka dan menyerahkan wanita agar tidak terjadi kekacauan atau peperangan.
a. Tsanwiyah
Diantara ajarannya selain mengakui dua tuhan, mereka juga mengajarkan untuk menyembah api, selain mereka juga menyembah berhala.
Diantara ajarannya selain mengakui dua tuhan, mereka juga mengajarkan untuk menyembah api, selain mereka juga menyembah berhala.
b. Disahniyah
Dishaniyah adalah ajaran Majusi yang lahir di luar persi. Yang
didiraikan oleh bangsa Siryani (Sirya) yang bernama Bardaishan datau ibnu Dishan yang wafat pada tahun 222 M. ajarannya
mirip dengan ajaran Manu yang menyatukan dua ajaran yakni Nasrani dan Majusi.
Hanya saja perbedaanya adalah menurut mereka bahwa Isa Al Masih merupakan Allah
yang diserupakan dalam bentuk manusia yang diutus untuk manusia. Selain itu
ajarannya juga yang berbeda dengan yang lainnya yaitu mereka tidak mempercayai
adaanya hari akherat. Sehingga menyebabkan aliran ini yang sangat berbeda
dengan yang lainnya.
C. Zindiq
Zindiq adalah sebuah aliran Majusi yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Yakni agama Majusiah yang Atheis yakni tidak percaya akan adanya Tuhan. Menurut mereka bahwa alam raya ini terjadi dengan sendirinya, dan tidak akan berakhir, kekal selama-lamanya, dan zaman yang beredar ini akan terus berputar tiada akan berakhir.
Zindiq adalah sebuah aliran Majusi yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Yakni agama Majusiah yang Atheis yakni tidak percaya akan adanya Tuhan. Menurut mereka bahwa alam raya ini terjadi dengan sendirinya, dan tidak akan berakhir, kekal selama-lamanya, dan zaman yang beredar ini akan terus berputar tiada akan berakhir.
Terbaginya Zoroastrisme ke dalam beberapa kelompok bukan
disebabkan karena perbedaan pemahaman teologi. Pembagian sekte-sekte ini
karena waktu perayaan Tahun Baru yang berbeda-beda. Terdapat tiga sekte
dalam Zoroastrianisme.
1.
Kelompok Shenshahi yang merayakan Tahun Baru pada musim gugur
sekitar bulan Agustus atau September
2.
Kelompok Qadimi yang merayakan Tahun Baru pada musim panas,
sekitar bulan Juli atau Agustus
3.
Kelompok Fasli yang merayakan Tahun Baru pada musim semi yaitu
setiap tanggal 21 Maret.
F. Pengaruh
Agama Zoroaster Terhadap Agama Abrahamik (Yahudi, Islam, Kristen)
Perlu diakui bahwa dalam interaksi sosial budaya, akan terjadi pengambilan
ide-ide antar kaum/bangsa. Termasuk dalam urusan agama / kepercayaan.
Zoroastrianisme adalah sebuah agama tua yang mempunyai banyak pengaruh dalam
peradaban umat manusia di kemudian hari.
Hampir semua ahli sejarah dunia sepakat bahwa ide ajaran yang diusung agama Abrahamik (Yudaisme,
Kristen & Islam), berasal dari Zoroastrianisme. Meski khusus untuk
Yudaisme, ada beberapa ahli sejarah yang masih memperdebatkan hal ini.
Namun,gaya bahasa dan penulisan manuskrip Zoroastrian cenderung menunjukkan
bahwa agama ini jauh lebih tua dari Yudaisme.
1. Zoroasternisme, Yudaisme, Kristen
[27]Widengren menyatakan: Kepentingan sejarah agama-agama Iran
ada pada peran besar yang mereka mainkan dalam perkembangan Iran dan
dalam kuatnya pengaruh agama tipe Iran yang ada di Barat, khususnya pada agama
Yahudi setelah masa pembuangan; pada agama-agama misterius Hellenistik seperti
Mithraisme; Gnosticisme; dan Islam, dimana gagasan-gagasan Iran ditemukan, baik
dalam Sekte Syiah, sekte- sekte utama abad pertengahan dan pada agama (aliran) Islam
lain serta eskatologi populer lainnya. Widengren juga menunjukkan
pengaruh Zoroastrianisme pada Perjanjian Lama selama pembuangan Babilon pada
Yahudi dalam karya Die Religionen Irans (1965).
Morton Smith mungkin yang pertama menunjukkan kemiripan antara
Yesaya 40-48 dengan himne Zoroastrianisme yang dikenal sebagai Gatha, khususnya
Gatha 44.3-5: gagasan bahwa Tuhan menciptakan terang dan gelap ada di keduanya.
a.
Konsep Tuhan dan Wahyu
Ahura Mazda (juga disebut Ohrmazd, Hourmazd, Hormazd,
Aramazd and Azzandara) adalah Tuhan dari peradaban Persia kuno. Ia
dideskripsikan sebagai yang Maha Ada, Maha Kuasa dan Abadi, memiliki Kekuasaan
dan Daya Cipta Tinggi. Tuhan ini mempunyai perantara untuk menyampaikan
pesan. Ia disebut Spenta Mainyu (Roh Suci) dan mengatur jagat raya lewat para
malaikat. Tapi Kekuasaan Tuhan, dihalangi oleh musuhnya, Ahriman, mirip
dengan Setan, yang akan dihancurkan pada akhir dunia.
Disini ada kemiripan dalam ajaran eskatologinya,
doktrin dunia yang melakukan regenerasi, kerajaan sempurna,
kedatangan penyelamat/messiah, kebangkitan orang mati dan hidup selama-lamanya.
Ahura Mazda menurunkan wahyu dan perintahnya pada Zoroaster digunung tempat pertemuan
suci; YHWH melakukan pertemuan yg mirip yaitu dengan Musa di gunung
Sinai
b.
Konsep Penyucian
Aturan penyucian Zoroastrian terutama praktek membuang
kekotoran (yg menyebabkan kenajisan) karena kontak dengan mayat atau materi
kotor lain ada dalam Avestan Vendidad yg hampir mirip dengan aturan kitab
Imamat.
c.
Masa Penciptaan
Enam hari penciptaan dalam Kitab Kejadian mirip dengan
enam perioda penciptaan yang dituliskan dalam ayat-ayat Zoroastrian.
d.
Adam & Hawa
Dalam
agama abrahamik, umat manusia berasal dari Adam dan Hawa. Sama halnya dengan
Zoroastrianisme. Mashya (lelaki) serta Mashyana (perempuan) adalah Adam dan
Hawa versi agama asli Persia ini.
e.
Kisah Air Bah
Kisah banjir bandang dalam agama Abrahamik,
dideskripsikan telah menghancurkan seluruh umat manusia kecuali sekelompok
orang saleh beserta keluarganya; dalam Avesta (kumpulan teks suci
Zoroastrianisme), sebuah musim dingin memusnahkan populasi bumi kecuali
keluarga Yima di Vara. Dalam kedua kisah tersebut, bumi diisi oleh
orang-orang baru dengan sepasang makhluk terbaik utk tiap jenis, dan lalu
bumi terbagi menjadi tiga kerajaan. Tiga
anak dari penerus Yima, Thraetaona: Airya, Sairima dan Tura menjadi
pewaris dari Persia.
Ini
mirip Shem, Ham dan Japhet-nya versi Semit. Yudaisme dengan kuat dipengaruhi
oleh Zoroastrianisme jika dipandang dari sudut ilmu angelologi dan
demonolog, dan mungkin juga dalam doktrin kebangkitannya.
2.
Zoroastrianisme & Islam
[28]Islam jelas terpengaruh oleh ajaran Yudaisme dan Kristen. Beberapa
kemiripan Yudaisme dan Kristen terhadap Zoroastrianisme di atas juga ada dalam
ajaran Islam.
a. Tentang Mengaji
Konsep pembacaan ayat- ayat Quran sangat mirip dengan kepercayaan
Persia yang juga suka membacakan ayat-ayat dari Avestan Vendidad. Mereka
sama-sama yakin dengan
membacakan Kitab Suci akan membantu meringankan tugas manusia dari segala
kekurangan yang didapatkan di bumi; ini penting selain bagi negara juga bagi
keselamatan jiwa masing-masing individu. Baik muslim maupun
Zoroastrian suka membaca kitab-kitab mereka sampai berhari-hari setelah
kematian salah seorang keluarga.
b. Tentang Mizan (Timbangan)
Doktrin Islam mengenai Mizan atau timbangan (Surah 21.47), yaitu
timbangan yang dipakai untuk
menimbang perbuatan semua manusia, jelas berasal dari Persia. Dalam
konsep ‘timbangan’ ini, umat Islam diperhitungkan nilai dari perbuatan baik dan
jahatnya, seperti praktik timbangan yang sebenarnya. Nabi pernah berkata: Siapapun
yang mengucapkan doa diatas tandu jenazah mendapatkan satu kirat tapi yang
hadir pada saat jenazah dikebumikan mendapat dua kirat yang mana beratnya sama
dengan berat gunung Chod. Sholat berjamaah punya nilai dua puluh limakali lebih
banyak dari sholat individu. Dan lain sebagainya.
Menurut ajaran Islam, pada hari Kiamat, malaikat Jibril akan
memegang timbangan ini, sebelah menggantung diatas surga dan yang lainnya
diatas neraka. Mirip dalam Parsisme, ketika hari kiamat dua malaikat akan
berdiri pada jembatan penghubung surga dan neraka, memeriksa setiap orang yang
lewat. Satu malaikat yg mewakili Kemurahan Hati Tuhan, memegang timbangan
ditangannya utk menimbang semua perbuatan baik orang ini, jika perbuatan
baiknya lebih banyak dia akan dilewatkan ke surga; sebaliknya malaikat kedua
mewakili keadilan Tuhan, menimbang perbuatan jahat dan akan melempar mereka ke
neraka.
c. Tentang Shalat
Sholat lima waktu muslim juga mirip dengan agama asli Persia ini.
Muhammad sendiri, mulanya menetapkan dua sholat saja. Lalu, seperti ditulis
dalam Quran, sholat ketiga ditambahkan, menjadi sholat subuh, sholat
magrib dan sholat ashar, yang berhubungan dengan tradisi Yahudi Shakharith,
Minkah dan Arbith.
Terjadinya interaksi dengan kaum Zoroastrian tentu memberikan
pengaruh. Semangat religius kaum Zoroastrian dikenal sangat tinggi. Ini
kemudian berujung pada penetapan shalat lima waktu sebagai standar tingkat
religiusitas muslim. Hal ini sama benar dengan kebiasaan Gahs (sholat)-nya
orang Persia.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Abdullah al-Maghlouth, bin Sami, Atlas
Agama-Agama, Almahira, Jakarta: 2010
Ø
Ali, H. A. Mukti, Agama-Agama Dunia,IAIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarya: 1988
Ø
Aziz Us-Samad, Ulfat, PDF. Agama Besar
Dunia, Peshawar:1975
Ø http://kursusislam.wordpress.com/2011/07/08/hubungan-zoroastrianisme-terhadap-agama-abrahamik/, 13 Apr. 13
[6] H. A. Mukti Ali, Agama-Agama Di Dunia,
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1988), hal. 270
[9] Sami
Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama, (Jakarta: Almahira, 2010),
hal. 47
[10] PDF.
Ulfat Aziz Us-Samad, Agama Besar Dunia,(Peshawar, 1975), hal. 76
[12] Maniisme atau Manikheisme adalah sebuah aliran kepercayaandualistik yang didasarkan
pada ajaran-ajaran Mani. Tokoh utama aliran ini adalah Manichaeus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar