BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Agama Bahá’í adalah agama yang independen dan bersifat universal,
bukan sekte dari agama lain. Agama
Baha’i dimulai di Iran pada abad 19. Pendirinya bernama Bahá’u’lláh. Pada awal abad kedua puluh satu, jumlah penganut Bahá’í sekitar
enam juta orang yang berdiam di lebih dari dua ratus negeri di seluruh dunia.
Dalam ajaran Bahá’í, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu
proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan, yang disebut para "Perwujudan Tuhan". Bahá’u’lláh
dianggap sebagai Perwujudan Tuhan yang terbaru. Dia mengaku sebagai pendidik
Ilahi yang telah dijanjikan bagi semua umat dan yang dinubuatkan dalam agama Kristen, Islam, Buddha, dan agama-agama lainnya. Dia menyatakan bahwa misinya adalah
untuk meletakkan pondasi bagi persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu
zaman perdamaian dan keadilan, yang dipercayai umat Bahá’í pasti akan datang. [1]
Mendasari
ajaran Bahá’í adalah keesaan Tuhan (walau dengan penyebutan nama Tuhan yg
berbeda-beda), kesatuan agama, dan persatuan umat manusia, para utusan Tuhan yg
bersumber pada satu sumber yg sama. Pengaruh dari asas-asas hakiki ini dapat
dilihat pada semua ajaran kerohanian dan sosial lainnya dalam agama Bahá’í.
Misalnya, orang-orang Bahá’í tidak menganggap "persatuan" sebagai
suatu tujuan akhir yang hanya akan dicapai setelah banyak masalah lainnya
diselesaikan lebih dahulu, tetapi sebaliknya mereka memandang persatuan sebagai
langkah pertama untuk memecahkan masalah-masalah itu. Hal ini tampak dalam ajaran sosial Bahá’í yang menganjurkan agar
semua masalah masyarakat diselesaikan melalui proses musyawarah. Sebagaimana dinyatakan Bahá’u’lláh: "Begitu kuatnya cahaya
persatuan, sehingga dapat menerangi seluruh bumi." Iman Baha'i adalah
agama Abrahamik.
1.2. TUJUAN
Tujuan penulis membuat karya ilmiah yang berjudul “Mengenal Lebih Dekat
Agama Konghucu” adalah :
Ø
Memberikan informasi kepada pembaca mengenai Agama Konghucu yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan
dengan Agama Konghucu.
Ø
Sebagai pemenuhan terhadap tagihan tugas Ujian Tengah Semester yang dibutuhkan sebagai syarat untuk
menyelesaikan mata kuliah Konfusianisme dan Taoisme.
Ø
Memberikan wawasan yang lebih dalam memahami tentang Agama Konghucu.
1.3. METODE
Metode yang digunakan penulis dalam
mengumpulkan data penulisan karya ilmiah ini adalah metode studi lapangan yang terkait dan data dari internet.
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN
Peulisan makalah ini terdiri dari 3 bab . Bab pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan,
metode, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab kedua yaitu berisi tentang penjelasan materi. Bab terakhir yaitu bab penutup yang
berisi Lampira-lampiran dan
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Agama Baha’i
Pada
tahun 1844 Sayyid ‘Alí Muhammad dari Shíráz, Iran, yang lebih dikenal dengan
gelarnya Sang Báb (artinya “Pintu” dalam bahasa Arab), mengumumkan bahwa dia adalah pembawa amanat baru dari Tuhan. Dia juga
menyatakan bahwa dia datang untuk membuka jalan bagi wahyu yang lebih besar
lagi, yang disebutnya “Dia yang akan Tuhan wujudkan”. Antara lain, Sang Báb
mengajarkan bahwa banyak tanda dan peristiwa yang ada dalam Kitab-kitab suci
harus dimengerti dalam arti kias, bukan arti harfiah. Dia
melarang perbudakan, juga melarang perkawinan sementara, yang pada waktu itu
merupakan praktek Syiah Iran.
Agama Báb
tumbuh dengan pesat di semua kalangan di Iran, tetapi juga dilawan dengan
keras, baik oleh pemerintah maupun para pemimpin agama. Sang Báb dipenjarakan
di benteng Máh-Kú di pegunungan Azerbijan, di mana
semua penduduk bersuku bangsa Kurdi, yang
dikira membenci orang Syiah; tetapi
tindakan itu tidak berhasil memadamkan api agamanya, dan mereka pun menjadi
sangat ramah terhadap Sang Báb. Kemudian dia dipenjarakan di benteng Chihríq yang lebih terpencil lagi, tetapi
itu juga tidak berhasil mengurangi pengaruhnya. Pada tahun 1850 Sang Báb dihukum mati dan dieksekusi
di kota Tabríz. Jenazahnya diambil oleh para pengikutnya secara diam-diam, dan
akhirnya dibawa dari Iran ke Bukit Karmel diPalestina (sekarang Israel) dan
dikuburkan di suatu tempat yang ditentukan oleh Bahá’u’lláh. Makam Sang
Báb kini menjadi tempat berziarah yang penting bagi umat Bahá’í.[2]
Antara tahun 1848 dan 1852, lebih dari 20.000 penganut agama
Báb telah dibunuh, termasuk hampir semua pemimpinnya. Mírzá Husayn ‘Alí yang
lebih dikenal dengan gelarnya Bahá’u’lláh (artinya “Kemuliaan Tuhan” dalam
bahasa Arab) adalah seorang bangsawan Iran yang menjadi pendukung utama Sang
Báb. Pada tahun 1852, ketika Bahá’u’lláh ditahan di penjara bawah tanah Síyáh-Chál
(“lubang hitam”) di kota Teheran, dia menerima permulaan dari misi Ilahinya
sebagai “Dia yang akan Tuhan wujudkan” sebagaimana telah diramalkan oleh Sang
Báb. Bahá’u’lláh
menceritakannya sebagai berikut: “Suatu malam dalam mimpi, firman-firman yang
luhur ini terdengar dari segenap penjuru: ‘Sesungguhnya, Kami akan
memenangkan-Mu melalui Diri-Mu serta pena-Mu. Janganlah
Engkau bersedih hati atas apa yang telah menimpa-Mu, dan janganlah takut pula,
sebab Engkau ada dalam keadaan selamat. Tak lama lagi, Tuhan akan membangkitkan
harta-harta bumi, orang-orang yang akan membantu-Mu melalui Diri-Mu dan melalui
Nama-Mu, dengan mana Tuhan telah menghidupkan kembali hati mereka yang mengenal
Dia.’”
Pada tahun 1863, Ia mengumumkan misi-Nya untuk menciptakan kesatuan
umat manusia serta mewujudkan keselarasan di antara agama-agama. Dalam
perjalanan-Nya di sebagian besar kerajaan Turki, Bahá’u’lláh banyak menulis
wahyu yang diterima-Nya dan menjelaskan secara luas tentang keesaan Tuhan,
kesatuan agama serta kesatuan umat manusia.
Walaupun
Bahá’u’lláh dijatuhi hukuman karena Ajaran agama-Nya, sebagaimana juga dialami
oleh para Rasul dan Nabi Tuhan yang lainnya, namun Bahá’u’lláh terus
mengumumkan bahwa umat manusia kini berada pada ambang pintu zaman baru, zaman
kedewasaan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sekarang terbuka kemungkinan
bagi setiap orang untuk melihat seluruh bumi dengan semua bangsanya yang
beraneka ragam, dalam satu perspektif. Bahá’u’lláh mengajarkan bahwa semua agama berasal dari Tuhan dan
mereka saling mengisi serta melengkapi. Semua Rasul dan Nabi mengajarkan
keesaan Tuhan dan mewujudkan cinta Tuhan dalam kalbu-kalbu para hamba-Nya.
Mereka telah mendidik umat manusia secara berkesinambungan ke tingkat-tingkat
yang lebih tinggi dalam perkembangan jasmani dan rohani. Bahá’u’lláh bersabda
bahwa kini saatnya telah tiba bagi setiap bangsa di dunia untuk menjadi anggota
dari satu keluarga besar umat manusia. Selanjutnya, Ia juga mengajarkan bahwa
saatnya telah tiba untuk mewujudkan kesatuan umat manusia serta mendirikan
suatu masyarakat sedunia.[3]
Pada tahun 1868, Bahá’u’lláh diasingkan ke kota
‘Akká di Palestina (sekarang Israel), yang pada waktu itu dipakai sebagai penjara oleh kekaisaran Usmani. Pada awalnya, Bahá’u’lláh dipenjarakan di barak di ‘Akká, tetapi dengan
berlalunya waktu kondisi hidupnya semakin membaik, walaupun secara resmi dia
masih seorang pesakitan. Kitab suci yang mengandung kebanyakan hukum
Bahá’í, Kitáb-i-Aqdas (“Kitab Tersuci”), diturunkan di
‘Akká. Pada tahun 1892,
Bahá’u’lláh wafat di Bahjí dekat ‘Akká, tempat yang menjadi Qiblat agama
Bahá’í.[4] Dalam Surat wasiat-Nya, Bahá’u’lláh menunjuk putra
sulung-Nya, ‘Abdu’l-Bahá, sebagai suri teladan Agama Bahá’í, Penafsir yang sah
atas Tulisan Suci-Nya, serta pemimpin Agama Bahá’í setelah Bahá’u’lláh wafat.
Pada tahun 1911-1913, ‘Abdu’l-Bahá melakukan perjalanan ke Mesir,
Eropa, dan Amerika. Dia mengumumkan misi Bahá’u’lláh mengenai perdamaian dan
keadilan sosial kepada para umat semua agama, berbagai organisasi pendukung
perdamaian, para pengajar di universitas-universitas, para wartawan, pejabat
pemerintah, serta khalayak umum lainnya.
‘Abdu’l-Bahá,
yang wafat pada tahun 1921, dalam surat wasiatnya menunjuk cucu tertuanya,
Shoghi Effendi Rabbani, sebagai Wali Agama Bahá’í dan Penafsir ajaran agama
ini. Hingga wafatnya pada tahun 1957, Shoghi Effendi menerjemahkan banyak
Tulisan Suci Bahá’u’lláh dan ‘Abdu’l-Bahá ke dalam Bahasa Inggris dan
menjelaskan makna dari Tulisan-tulisan suci. Dia juga membantu didirikannya
lembaga-lembaga masyarakat Bahá’í yang berdasarkan pada ajaran Bahá’í di
seluruh penjuru dunia. ‘Abdu’l-Bahá
dan Shoghi Effendi dengan setia telah menuntun Agama Bahá’í sesuai dengan
ajaran-ajaran Bahá’u’lláh. Tidak ada sekte atau pun aliran di dalam Agama
Bahá’í.[5]
B.
Ajaran-Ajaran Agama Baha’i
1.
Tuhan
Bahá’u’lláh mengajarkan bahwa hanya ada satu
Tuhan Yang Maha Agung, yakni Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengirim para Rasul
dan Nabi untuk membimbing manusia. Oleh
karena itu, semua agama yang bersumber dari satu Tuhan ini, haruslah
menunjukkan rasa saling menghormati, mencintai, dan niat baik antara satu
dengan yang lain.
“Tiada
keraguan apa pun bahwa semua manusia di dunia, dari bangsa atau agama apapun,
memperoleh ilham mereka dari satu Sumber surgawi, dan merupakan hamba dari Satu
Tuhan.” — Bahá’u’lláh
“Katakanlah: Wahai engkau para kekasih Tuhan Yang Maha
Esa! Berupayalah
agar engkau sungguh-sungguh mengenal dan mengetahui Dia dan menjalankan
perintah-perintah-Nya dengan benar.” — Bahá’u’lláh
“Tujuan Tuhan Yang Maha Esa —diluhurkanlah kemuliaan-Nya—
dalam menyatakan diri-Nya kepada manusia adalah untuk memunculkan permata-permata
yang tersembunyi dalam tambang diri sejati dan inti manusia. Pada Hari ini,
hakikat Keyakinan dan Agama Tuhan adalah agar bermacam-macam umat beragama di
bumi, dan berbagai sistem kepercayaan keagamaan, tidak dibiarkan memupuk rasa
permusuhan di antara umat manusia. Asas-asas dan hukum-hukum semua agama, sistem-sistem-Nya yang teguh
dan agung, berasal dari satu Sumber dan merupakan sinar-sinar dari satu Cahaya”
— Bahá’u’lláh
Umat Bahá’í percaya bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta alam semesta dan
Dia bersifat tidak terbatas, tak terhingga dan Maha Kuasa. Tuhan tidak dapat
dipahami, dan manusia tidak bisa sepenuhnya memahami realitas Keilahian-Nya.
Oleh karena itu, Tuhan telah memilih untuk membuat Diri-Nya dikenal manusia
melalui para Rasul dan Nabi, seperti Ibrahim, Musa, Krishna, Zoroaster, Budha,
Isa, Muhammad, dan Bahá’u’lláh. Para Rasul dan Nabi yang suci itu bagaikan
cermin yang memantulkan sifat-sifat dan kesempurnaan Tuhan. Mereka merupakan
saluran suci untuk menyalurkan kehendak Tuhan bagi umat manusia melalui Wahyu
Ilahi, yang terdapat dalam Kitab-kitab Suci berbagai agama di dunia. Wahyu
Ilahi adalah “Sabda Tuhan” yang dapat membuka potensi rohani setiap individu
serta membantu umat manusia berkembang terus-menerus menuju potensinya yang
tertinggi.[6]
2.
Agama
Menurut Bahá’u’lláh: "Agama merupakan sarana terbesar
untuk menciptakan tata tertib di dunia dan kebahagiaan yang sentosa bagi semua
yang berdiam di dalamnya.” Mengenai kemunduran atau penyelewengan agama, dia
menulis: "Jika lampu agama meredup, maka keributan dan kekacauan akan
terjadi, cahaya-cahaya kejujuran, keadilan, ketenangan dan kedamaian, akan
berhenti bersinar.” Jadi, peran agama dinilai sangat penting. Sebagaimana
telah ditulis oleh Bahá’u’lláh: “Agama Tuhan adalah untuk kasih dan persatuan;
janganlah membuatnya penyebab kebencian dan perselisihan.”
Dalam
pandangan Bahá’í, agama memiliki dua aspek, yaitu aspek hakiki dan aspek
sementara. Aspek hakiki adalah ajaran-ajaran kerohanian yang tidak berubah,
sedangkan aspek sementara adalah peraturan-peraturan yang diberikan sesuai
dengan keperluan zamannya. Tulisan Bahá’í mengumpamakan para Perwujudan Tuhan
dengan seorang dokter, yang tugasnya adalah “menyembuhkan umat manusia yang
terpecah-belah dari penyakitnya.” Obat yang diberikan pada suatu zaman tidak
akan sama dengan obat yang
diberikan pada zaman berikutnya. Oleh karena itu, agama-agama besar di dunia
tampaknya berbeda-beda. Tapi sebenarnya, menurut ajaran Bahá’í, semua agama itu
tunggal dan berasal dari Sumber yang sama.
Menurut
ajaran Bahá’í, agama Tuhan sesuai
dengan ilmu pengetahuan.
Kepercayaan yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan bukanlah iman tetapi
ketakhayulan belaka.[7]
3.
Manusia
Umat Bahá’í percaya bahwa tujuan agama adalah mewujudkan persatuan dan
kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Saling menghormati dan mencintai serta
kerja sama di antara pemeluk agama yang berbeda akan membantu terwujudnya
masyarakat yang damai. Karena itu, umat Bahá’í aktif berperan di berbagai usaha
serta proyek-proyek yang memajukan persatuan agama dan yang meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman terhadap agama-agama lain. Umat Bahá’í menghormati
keanekaragaman dalam melakukan ibadah keagamaan.[8]
Dalam kata-kata Bahá’u’lláh: “Kemah kesatuan telah
ditegakkan; janganlah engkau memandang satu sama lain sebagai orang asing.
Engkau adalah buah-buah dari satu pohon dan daun-daun dari satu dahan.” “Bumi
hanyalah satu tanah air dan umat manusia warganya.”
Pada tingkat global, Bahá’u’lláh telah memberikan beberapa ajaran berkaitan
dengan masalah perdamaian internasional. Dia menyeru kepada para pemimpin dunia
agar mengadakan suatu pertemuan akbar yang akan melahirkan dasar dari hukum
internasional yang dapat menyelesaikan masalah-masalah antarnegara. Dia
menganjurkan prinsip keamanan kolektif pada skala sedunia: “Saatnya pasti tiba,
tatkala semua orang menyadari kebutuhan yang sangat penting untuk mengadakan
pertemuan besar yang mencakup seluruh umat manusia. Para penguasa dan raja-raja
di dunia harus menghadirinya, dan mereka—dengan berpartisipasi dalam
musyawarahnya—harus mempertimbangkan cara-cara dan sarana-sarana untuk
meletakkan dasar Perdamaian Agung sedunia di antara sesama manusia. Perdamaian
semacam itu menuntut agar negara-negara yang paling besar dan berkuasa bertekad
untuk mewujudkan kerukunan sepenuhnya di antara mereka sendiri demi
ketenteraman semua bangsa di dunia. Seandainya ada seorang raja mengangkat
senjata melawan raja yang lain, maka semua harus bangkit dan mencegahnya
bersama-sama. Jika hal ini dilakukan, negara-negara di dunia tak akan lagi
memerlukan persenjataan, kecuali untuk tujuan menjaga keamanan dan memelihara
ketertiban dalam negeri di wilayah mereka masing-masing.”
Agama Bahá’í mengajarkan
persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria. Tulisan Bahá’í menyatakan: “Dunia
kemanusiaan memiliki dua sayap—yang satu kaum wanita dan yang satu lagi kaum
pria. Burung itu tidak dapat terbang sebelum kedua sayapnya itu berkembang ke
tingkat yang sama.” Kemajuan kaum wanita juga dianggap sebagai prasyarat bagi
tercapainya perdamaian dunia.
Salah satu ajaran yang
diberi tekanan khusus dalam agama Bahá’í adalah pendidikan. Bahá’u’lláh
berkata: “Anggaplah manusia sebagai tambang yang kaya dengan permata-permata
yang tak ternilai harganya. Hanya pendidikanlah yang dapat menampakkan
kekayaannya itu dan memungkinkan umat manusia mendapatkan keuntungan darinya.”
Pendidikan universal adalah asas Bahá’í dan semua keluarga Bahá’í dianjurkan
untuk mendidik anak-anaknya. Dan apabila dalam suatu keluarga dana tidak
tersedia untuk mendidik semua anak, maka diusulkan agar prioritas diberikan
kepada anak perempuan, karena anak perempuanlah yang kelak akan menjadi ibu,
dan ibu adalah pendidik pertama dari generasi baru.[9]
4.
Sifat
Roh dan Kehidupan Sesudah Mati
Umat Bahá’í percaya tentang adanya roh
yang kekal yang ada pada setiap manusia walaupun kita tidak sepenuhnya mampu
memahami sifat roh itu. Bahá’u’lláh bersabda:
“Engkau
telah menanyakan kepada-Ku mengenai hakikat roh. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
roh adalah sebuah tanda Tuhan, sebuah permata surgawi yang kenyataannya telah
gagal dipahami oleh orang-orang yang paling terpelajar, dan tidak ada akal,
betapa pun tajamnya, yang dapat berharap untuk membuka rahasianya.”
Dalam kehidupan yang fana ini, roh seseorang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan hubungan rohaninya dengan Tuhan. Hubungan ini dapat dipelihara
dengan jalan mengenal Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya yang diwahyukan oleh para
Rasul dan Nabi-Nya, seperti cinta pada Tuhan, doa, meditasi, puasa, disiplin
moral, kebajikan-kebajikan Ilahi, menjalankan hukum-hukum agama, dan pengabdian
kepada umat manusia. Semua itu memungkinkan manusia untuk mengembangkan
sifat-sifat rohaninya, yang merupakan pondasi bagi kebahagiaan manusia serta
kemajuan sosial, dan juga untuk menyiapkan rohnya untuk kehidupan sesudah mati.
Agama Bahá’í mengajarkan bahwa realitas rohani setiap manusia,
yaitu roh, adalah abadi. Pada saat kematian, roh manusia akan melanjutkan
perjalanannya dalam alam rohani. Orang-orang yang telah menaati ajaran-ajaran
para Rasul dan telah mengembangkan kapasitas rohani mereka, kelak sesudah mati,
akan mendapatkan keuntungan atas perbuatan-perbuatan mereka. Baha’ullah bersabda:[10]
“Ketahuilah olehmu bahwa roh, setelah berpisah dari
tubuhnya, akan terus maju hingga mencapai hadirat Tuhan ... Roh itu akan ada selama berlangsungnya kerajaan Tuhan,
kedaulatan-Nya, kekuasaan dan kekuatan-Nya. Ia akan memperlihatkan tanda-tanda
Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan akan mewujudkan kasih sayang dan
kedermawanan-Nya. Gerakan pena-Ku terhenti tatkala ia berupaya untuk
menggambarkan dengan patut keluhuran dan kemuliaan kedudukan yang maha tinggi
itu… Diberkatilah roh yang pada saat berpisah dari tubuhnya, disucikan dari
segala khayalan sia-sia semua kaum di dunia. Roh semacam itu hidup dan bergerak
sesuai dengan Kehendak Penciptanya, dan memasuki Surga Yang Maha Tinggi.
Bidadari-bidadari Firdaus, para Penghuni Surga Terluhur, akan berkeliling di
sekitarnya, dan Nabi-nabi Tuhan serta orang-orang pilihan-Nya, akan bergaul
dengannya. Roh itu akan dengan bebas bercakap-cakap dengan mereka, dan akan
menceritakan kepada mereka apa yang telah dialaminya di jalan Tuhan, Tuhan
sekalian alam … Para Nabi dan Rasul Tuhan telah diutus hanya dengan tujuan
membimbing umat manusia ke jalan lurus kebenaran. Maksud yang mendasari wahyu
semua Nabi dan Rasul itu adalah untuk mendidik semua manusia, agar pada saat
kematiannya manusia dapat naik dalam keadaan yang paling suci dan murni serta
lepas dari segala-galanya, ke hadapan takhta Yang Maha Tinggi ... ”
“Alam
baka berbeda dengan alam in,i seperti halnya alam ini berbeda dengan alam janin
yang masih berada dalam kandungan ibunya. Ketika roh mencapai Hadirat Tuhan, ia
akan mendapatkan wujud yang paling cocok dengan keabadiannya dan yang pantas
bagi kediaman surgawinya.”
BAB III
PENUTUP
v
LAMPIRAN-LAMPIRAN
2. Rumah Ibadah Baha’i di New Delhi, India
DAFTAR PUSTAKA
[5] PDF. Informasi Agama Baha’i, Situs Resmi Agama Baha’i, http://bahaiindonesia.org/, 21 Apr. 13, hal 5
[8] PDF. Informasi Agama Baha’i, Situs Resmi Agama Baha’i, http://bahaiindonesia.org/, 21 Apr. 13, hal. 11
[10] PDF. Informasi Agama Baha’i, Situs Resmi Agama Baha’i, http://bahaiindonesia.org/, 21 Apr. 13, hal. 12-13
bagus sekali tulisannya y mbak,
BalasHapusmahasiswa perbandingan agama y mbak?
salam kenal ymbak bebagi informasi dan ilmu
siip nih....
Hapussaya penganut bahai'i di kalimantan barat